Triawati Octavia, Peraih Nilai UN SMA Tertinggi Se-Indonesia
TAK
ada yang menyangka jika Triawati Octavia, siswa kelas XII IPA 5 SMAN 2
Kuningan akan menjadi peraih nilai UN tertinggi se-Indonesia. Begitu
juga dengan Tria. Remaja yang gemar salat duha dan pantang menonton
televisi saat belajar itu, sama sekali tidak pernah kepikiran bisa
meraih hasil fenomenal. Hasil UN yang di luar dugaannya itu membuat
namanya dikenal dan dilirik petinggi daerah dan wartawan.
Selintas
tidak ada yang istimewa dari diri Triawati. Jika dibandingkan dengan
rekannya yang selalu keluar sebagai juara kelas, prestasi Tria tak ada
apa-apanya. Pihak sekolah sendiri menganggap prestasi akademik Tria
biasa-biasa saja, seperti kebanyakan siswa lainnya. Malah, tak sekalipun
Tria menembus posisi tiga besar juara di kelasnya. Tak heran, jika
pihak sekolah juga tidak percaya kalau Tria bisa meraih hasil UN
tertinggi se-Indonesia.
Mencari rumah Triawati Octavia sendiri
tergolong mudah. Letaknya di pinggir jalan raya Kuningan-Cikijing. Tria
tinggal di RT 05 RW 02 Dusun Cinangsi, Desa Jagara, Kecamatan Darma.
Dari pusat kota hanya memakan waktu sekitar 20 menit. Rumah remaja
peraih nilai UN SMA tertinggi se-Indonesia itu terkesan bersahaja. Di
rumah dua lantai bercat kuning itu, Tria tinggal bersama kedua orang
tuanya, Drs Syahrul Arifin dan Hj Uhintawati AMkeb. Dua kakaknya sudah
bekerja menjadi PNS di DKI Jakarta. Di kamar depannya dijadikan tempat
praktik sang ibu.
Saat Radar datang ke rumahnya, sang
ayah, Drs Syahrul Arifin masih mengikuti rapat di kecamatan. Syahrul
sendiri tercatat sebagai pegawai Kecamatan Darma. Tria yang diantar
pulang oleh beberapa guru dan wali kelasnya langsung dipeluk sang ibu,
Uhintawati. Wanita berjilbab itu terlihat bangga dengan hasil
spektakuler yang dicatat anak ketiganya.
Selang sepuluh menit
kemudian, Syahrul datang dan langsung memeluk putri kesayangannya.
Suasana haru terjadi dalam sekejap. “Saya sama sekali tak menyangka jika
putri saya bisa meraih hasil yang sangat membanggakan. Apalagi selama
ini prestasi di sekolahnya biasa-biasa saja. Saya awalnya hanya
berharap, Tria lulus sekolah dengan hasil memuaskan, dan tak pernah
terbayangkan bisa meraih nilai UN tertinggi se-Indonesia. Saya dan juga
ibunya Tria benar-benar kaget begitu membaca koran Radar Cirebon yang memuat nama anak saya sebagai peraih nilai UN tertinggi di Indonesia,” papar Syahrul dengan suara terbata-bata.
Lelaki bertubuh sedang itu tahu kalau anaknya meraih nilai tertinggi se-Indonesia setelah membaca berita di Radar Cirebon. Pria yang sudah lama menjadi pelanggan Harian Umum Radar Cirebon
itu awalnya tak percaya jika Tria menempati peringkat pertama.
“Pagi-pagi saat berada di kantor, teman-teman bilang kalau anak saya
meraih nilai tertinggi UN. Saya lalu nyari beritanya, ternyata memang
benar nama anak saya tercantum. Saya masih tak percaya. Kemudian dari
SMAN 2 Kuningan ngasih kabar kalau anak saya memang meraih
nilai UN tertinggi. Dan itu baru saya percaya. Ini semua karunia dari
Allah SWT,” papar Syahrul.
Syahrul pun lantas menceritakan
cara mendidik anaknya hingga bisa meraih prestasi mengagumkan. Kepada
anaknya, Syahrul dan Uhintawati bersikap tegas. Saat belajar, Tria
dilarang menonton televisi atau keluar malam. Saking tegasnya, Syahrul
melarang putri kesayangannya main FB. Apalagi saat pelaksanaan UN, dia
dan istrinya benar-benar mengawasi putrinya belajar. Disiplin yang ketat
rupanya membuahkan hasil. “Mungkin saya dan istri saya terlalu tegas
terhadap anak karena sangat ingin melihat dia (Tria, red) lulus dari sekolahnya. Itu saja,” jawab Syahrul.
Selain
belajar, Syahrul pun selalu meminta anaknya untuk salat duha dan salat
malam hari. Sikap tegas kedua orang tuanya diakui Tria. Remaja cantik
itu mengaku kalau kedua orang tuanya sangat tegas. “Papah dan mamah
sangat tegas. Tapi saya mematuhinya karena ingin meraih masa depan yang
gemilang. Saya hanya berusaha belajar yang baik dan tak pernah
terpikirkan bisa meraih nilai ujian nasional tertinggi se-Indonesia,”
ujar Tria yang memiliki obsesi menjadi dokter tersebut.
Dari sisi
ekonomi, Tria sebenarnya termasuk beruntung. Keluarganya tergolong
mapan. Kedua orang tuanya adalah PNS. Syahrul menjabat sebagai Kasi
Kesra di Kantor Kecamatan Darma dan ibunya bekerja di Puskesmas Darma.
Sebuah mobil jenis Kijang terparkir di garasi rumahnya. Meski ekonominya
mapan, namun Syahrul dan Hj Uhintawati memilih hidup sederhana. Tak ada
barang mewah di dalam rumahnya. Kursi di ruang tamu pun seperti
kebanyakan milik warga di desanya. Bahkan, satu set kursi model lama
tertata di ruang tengah keluarga harmonis tersebut.
Sementara,
Wali kelas XII IPA 5 SMAN 2 Kuningan, Drs Raindra menyebutkan,
sebetulnya prestasi Triawati biasa-biasa saja. Dengan kata lain, di
kelasnya tidak begitu menonjol dan bukan juara kelas. Jika
diklasifikasikan, putri bungsu asal Desa Jagara Kecamatan Darma itu,
hanya masuk 15 besar.
Namun Raindra mengakui jika Triawati ini
memiliki kelebihan. Terutama dari sisi ketekunan dan kerajinan belajar.
Motivasi belajarnya tinggi serta menunjukkan sikap yang sopan dan
santun. ”Mungkin karena ia merasa enjoy ketika mengerjakan soal
UN. Didorong pula dengan kerajinannya beribadah seperti puasa
Senin-Kamis dan salat duha,” tuturnya diamini Kepala SMAN 2 Kuningan,
Drs Bambang Sri Sadono MPd, saat ditemui Radar di sekolah.
Sebagai
wali kelas sekaligus guru kimia, Raindra tahu betul bagaimana
keseharian Triawati. Setiap dirinya memberikan tugas, gadis kelahiran 28
Oktober 1993 tersebut selalu mengerjakannya dengan baik. Raindra pun
mengaku salut atas besarnya motivasi kedua orang tuanya. ”Sewaktu UN
saya sempat menanyakan kepada Triawati bagaimana dorongan orang tuanya.
Ia menjawab, mamahnya rajin puasa selama UN dilangsungkan,” ujarnya.
Indra,
sapaan akrabnya, menilai suasana keluarga Triawati cukup kondusif dalam
mendidik putrinya. Dengan suasana tersebut, sangat berpengaruh terhadap
perkembangan belajar Triawati. Beban psikologis yang ditanggung seluruh
peserta UN mampu dihempaskan berkat dukungan orang tuanya.
Dari data yang diperoleh Radar,
nilai enam mata pelajaran UN yang didapatkan Triawati masing-masing di
atas 9. Bahkan khusus mata pelajaran kimia, gadis yang kesehariannya
berjilbab itu berhasil mendapatkan nilai 10. Rata-rata nilai UN murni
untuk keenam mata pelajaran tersebut mencapai 9,77. Mata pelajaran
Bahasa Indonesia misalnya, Triawati memperoleh nilai 9,8. Nilai ini sama
persis dengan mata pelajaran Bahasa Inggris. Sedangkan untuk
Matematika, dia berhasil mendapatkan nilai 9,75, sama dengan pelajaran
Fisika. Paling kecil peroleh nilai Biologi yakni 9,5. Sehingga jika
ditotalkan menjadi 58,60.
Saat ditemui Radar, Triawati
terlihat gembira namun tetap tenang. Dalam mengawali wawancaranya, siswi
yang aktif di OSIS dan PMR tersebut memanjatkan puji syukur kepada
Allah SWT. Dia sangat berterima kasih kepada kedua orang tuanya, para
guru, serta teman-temannya yang berjuang bareng ketika menghadapi UN.
Sebetulnya
Tria merasa sangat kaget. Sebab dari sekian banyak temannya, terdapat
begitu banyak siswa lain yang lebih pintar darinya. Bahkan, dirinya
kerap belajar dari teman-temannya yang lebih pintar. ”Aku kaget pas
dengar kabar itu. Kayaknya enggak mungkin,” ucapnya. Ditanya rencana
selepas lulus SMA, Tria—sapaan akrabnya—sangat ingin meneruskan kuliah
di UI. Fakultas yang hendak dia ambil yakni Ilmu Kesehatan Masyarakat
dengan Jurusan Manajemen Rumah Sakit. Gadis kalem namun komunikatif ini
bercita-cita ingin menjadi manajer rumah sakit.
Sebetulnya saat
ini dirinya sudah diterima di Trisakti Fakultas Ekonomi. Namun hal itu
belum diputuskan karena masih ada waktu registrasi sampai Juni
mendatang. Bicara tentang kiat-kiat belajar, Tria mengaku sama dengan
teman-teman lainnya. Intinya adalah berdoa dan berusaha. Kala menghadapi
UN, dia mempunyai tips agar semangat belajar lebih dipacu, tidak
leha-leha. ”Sebenarnya waktu mau UN, aku deg-degan, sama kaya
temen-temen lainnya. Tapi alhamdulillah waktu itu bapak dan
mamah saya, serta para guru yakinin aku, sehingga mampu mengurangi rasa
gusar,” tutur siswi yang menilai Fisika sebagai mata pelajaran sulit
tersebut.
Bagaimana saran untuk adik-adik kelas? Tria hanya
mengatakan jangan terlalu banyak nonton TV, terlebih saat menghadapi UN.
Justru sebaliknya mesti lebih giat lagi belajar, bila perlu ikut bimbel
seperti yang dilakoninya. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar